Mobil Jeep berbaris rapi dan kuda sedang sibuk mengantar pengunjung. Pandangan pertama yang terlihat di kawasan Kawah Bromo. Buat kami yang naik jeep tak bisa merapat lebih dekat dengan kawah, ada semacam tanda sebagai pembatas walaupun tidak dipagari tapi itu sudah dipatuhi dan dimengerti oleh sopir jeep. Tapi aturan tidak berlaku bagi pengendara motor, dengan mudahnya merapatkan motornya hingga di sekitaran pura. Jangan khawatir bagi yang ingin naik ke Kawah Bromo bisa melanjutkan dengan naik kuda.
Langkah demi langkah ahirnya kami tiba daerah penanjakan yang mengharuskan mengumpulkan energi untuk berjalan menanjak. Sebelumnya perjalanan hanya berjalan lurus dan rata, kali ini medan 45 derajat dan berpasir sudah di depan kami. Hal yang membuat saya sedikit mengeluh bukan karena berjalan di bawah panas terik matahari tapi bau kotoran kuda yang bercampur dengan pasir membuat saya sulit bernafas. Berjalan sambil menutup hidung untuk menghindari pasir dan bau kotoran kuda tapi dilain sisi saya sulit bernafas, sungguh pilihan yang sulit.
Gurun Pasir Bromo |
Berjalan 3 langkah turun 2 langkah. Akhirnya saya merasakan hal yang sama dengan apa yang pernah diucapkan oleh para pemain film #5cm, sebuah film perjalanan 5 sahabat ke puncak Mahameru. Film yang mengakibatkan Gunung Semeru sangat ramai dan melahirkan pendaki instan yang tidak mematuhi aturan pecinta alam. Pendaki instan yang tak mengetahui kode etik, ini saya share
Berjalan menanjak di atas pasir punya tantangan sendiri. Puncak sedikit lagi tapi jika dijalani masih terasa jauh. Segala trik-trik berjalan saya terapkan tapi belum sampai juga. Ini sudah pilihan memilih jalur berpasir, mungkin beda ceritanya jika tadi saya melewati tangga. Jangan menyesal dengan keputusan sendiri tapi jalanilah dengan senang hati. Saya berjalan sambil melihat ke bawah dan tak berhenti sebelum 10 langkah, trik yang cukup efektif yang membawa saya tinggal beberapa langkah lagi sampii di puncak kawah. Berhenti sejenak sambil memutar badan dan melihat ke bawah. Terlihat pura di tengah pasir dan dari kejauhan terlihat juga mobil jeep yang terparkir. Pemandangan itu seketika menghilang dari pandangan saya akibat badai pasir. Terlihat hanya pasir yang beterbangan dan jarak pandang hanya beberapa meter.
Jalur berpasir sebagai jalur alternatif menuju kawah |
Kawah Bromo |
Kebersamaan di atas Kawah Bromo untuk Indoensia |
Kami memutuskan untuk turun dari kawah. Ternyata turun tak sesulit ketika naik, yang dibutuhkan hanya kekuatan kaki untuk mengerem agar tidak terpleset. Saya turun dengan berlari dan saya sangat menikmati tapi jangan dicontoh karena ini sedikit berbahaya. Tak lama berselang kami sudah berada di jalur yang landai. Ada beberapa penjual makanan dan minuman juga ternyata. Mereka seakan menjadi pelipur lara bagi orang-orang yang sudah turun dari puncak.
Saya merasa sudah menjadi manusia pasir, bayangkan saja semua bagian tubuh saya sudah terkontaminasi oleh debu dan pasir. Belum lagi bau kotoran kuda yang masih terikut dengan debu. Saya harus mencari tempat untuk bersih-bersih. Untungnya sudah tersedia sebuah Toilet di tengah gurun pasir. Saya berjalan menuju kesana tapi sayang seribu sayang tempat ini sedikit berbau pesin. Menanggalkan jaket dan sepatu agar debu dan pasir yang terikut bisa hilang. Airnya sangat dingin dan menyejukkan walaupun bau pesin masih terasa. Sungguh tak mencerminkan sikap yang baik dimana hanya memamfaatkan tapi tak membersihkannya. Badan yang tadinya sangat gerah akibat debu kini sudah segar. jangan lupa sebelum keluar dari toilet hendaklah membayar uang sukarela kebersihan.(WAJIB)
” Mobilnya dimana yah,?? kok tidak keliatan ” bingung mencari mobil
” Tadi mobil itu terparkir disini ” jawab Uccank dengan keyakinan
” Tapi kok tidak ada, jangan-jangan mobil sudah ke Bukit Teletubbies ” jawabku dengan nada kesal
” Tidak mungkin kita ditinggal, coba telpon mas Arief atau Rezki ” jawab guna dengan keyakinan
Saya menelpon mas arief tapi tidak diangkat. Menelpon lagi tapi tak diangkat juga. Mencoba peruntungan menelpon Rezki tapi tak diangkat juga. Berkali-kali saya telpon tapi masih dengan jawaban yang sama. Saya mengirimkan pesan singkat tapi gak ada balasan juga. Semua usaha saya lakukan tapi belum ada yang berhasil. Akhirnya solusi terakhir dimana saya bertiga berjalan berpencar untuk mencari mobil jeep. Memang sedikit bingung karena ada banyak mobil jeep yang terparkir dan warna mobil juga banyak yang mirip. Sambil berjalan sambil memeriksa dan melihat sekitar. Badan yang tadinya segar kini sudah panas lagi karena berjalan diatas pasir dan dibawah panas terik matahari.
Bahagia itupun mencul ketika kami mendapatkan mobil terparkir. Ini yang dicari-cari ternyata berada disini. Lokasi parkirnya memang sudah pindah dari tempat semula, pantas saja kami susah payah mencarinya. Rezki dan temannya hanya tersenyum melihat tingkah kami bertiga. Berhubung mas Ariefnya belum terlihat juga yang tidak tau rimbanya dimana. Saya mengajak uccank untuk befhoto ria di depan Jeep. Sebelum tadi turun saya melihat ada mobil jeep orange dan saya pengen banget berfhoto dengan mobil itu. Tapi setelah melihat sekeliling mobilnya sudah tidak ada. Tak ada rotan akar pun jadi, Tak ada jeep orange Jeep kuning pun jadi. Berbagai ekspresi dan gaya dengan jeep kuning.
Destinasi selanjutnya ke Bukit Teletubbies. Mobil jeep kami kembali melanjutkan perjalanan membelah lautan pasir. Bukit Teletubbies terletak masih kawasan Bromo. Perjalanan menuju bukit teletubbies melewati pasir berbisik tapi kami tidak singgah karena diluar sangat panas. Konon ceritanya, pasir berbisik itu jika kita menempelkan telinga kita di pasir maka akaan terdengar bunyi suara.
Selama perjalanan kami bercengkrama sambil menceritakan perjalanan kami yang menuju Kawah Bromo. Mereka juga punya cerita berbeda yang ternyata tidak tinggal diam di jeep. Rezki dan ayu memperlihatkan hasil foto-fotonya diatas kuda. Percakapan terus berlanjut hingga kami tertawa diatas mobil. Saya sedikit lupa apa yang kami bicarakan. Jalanan menanjak dan berlubang membuat kami harus berpegangan agar tidak terobok-obok lagi seperti yang terjadi sebelumnya ketika kami sedang menuju bromo tadi subuh.
Tak terasa saya melihat sebuah beberapa gundukan tanah di lereng pegunungan. Jeep berhenti di tengah padang savana yang mengering. Ternyata gundukan tanah yang terlihat itu adalah Bukit teletubbies. Langit biru dan awan putih terpadu dengan bukit ditengah padang savana. Pemandangan yang sangat indah dan menakjubkan
” Selamat Datang di Bukit Teletubbies ” nada spontan keluar
” Ternyata asal usul teletubbies itu berasal dari Bromo ” jawabku untuk membuat mereka tertawa.
Bukit Teletubbies dari kejauhan |
Pemandangan yang indah sangat sayang dilewatkan untuk mengabadikan moment. Perjalanan memang bisa kita rasakan sekarang tapi tak ada yang bisa dikenang kecuali gambar. foto yang akan bercerita bahwa kita pernah berada ditempat ini walaupun tanpa kita ceritakan. Beberapa spot terekam di kamera, kami juga foto bersama di depan jeep. Disini saya harus rela menjadi relawan untuk menjadi photographer dan memotret aktifitas mereka. Keceriaan dan kebersamaan terlihat ditempat ini dimana sebelumnya terlihat dari kami masih sedikit ada ruang batas. Perjalanan liburan yang menyenangkan bersama kalian dan mendapatkan teman baru itu yang kami rasakan bersama. Ada beberapa moment sempat saya rekam canda tawa mereka. Saya sibuk mengatur pose mereka seakan saya seperti photographer handal tapi kenyataannya masih amatiran. Mungkin beberapa gambar ini sedikit bercerita.
Kebersamaan di depan Jeep |
Kebersaman di Bukit Teletubbies |
Kebersaman di rerumputan kering |
I’m Backpacker Indonesia |
Tak lama berselang dan puas menikmati Bukit Teletubbies. Perjalanan dilanjutkan ke tujuan terakhir sebuah tempat yang sangat adem dan dingin. tempat yang sangat berbeda dengan kawah bromo yang panas kini kami menuju tempat untuk mengademkan diri. Destinasi selanjutnya Coban Pelangi, seperti apa kisah perjalan kami ??
Bersambung