Pesona Lebaran Bersama Keluarga di Kampung Halaman

Momentum pulang kampung menjelang lebaran idul fitri tahun 2015 tentunya sudah di tunggu oleh semua para perantau yang tersebar di seluruh pelosok nusantara bahkan yang berada di luar negeri. Terlahir dari keluarga suku bugis, suku yang dikenal dengan suku perantau. Orang tua selalu mengajarkan bahwa sejauh mana kamu pergi maka kamu harus selalu mengingat bahwa tempat terbaik itu adalah kembali ke rumah. Saya sudah tak sabar menunggu momen ini karena lebaran tahun 2014 kemarin saya tidak bisa pulang karena tuntutan pekerjaan, maka tahun ini saya sudah niatkan untuk pulang.
 
Lebaran tahun ini merupakan tahun ke empat saya berada di rantauan, empat tahun dengan empat kota yang berbeda, masih jelas teringat kalau tahun lalu saya ditugaskan di Bontang, kota industri gas di Kalimantan Timur, namun tahun ini saya kembali ditugaskan untuk mengenyam pendidikan di Puncak Bogor.
 
Anyway, untuk mencapai Makassar, tentunya saya harus naik pesawat, saya juga bisa naik kapal laut tapi waktu tempuhnya jauh lebih lama.  Jatah libur 5 hari memang paling efektif naik pesawat walaupun dengan harga tiket yang mahal. Menjelang lebaran harga tiket melambung tinggi tapi rasa rindu dengan kehangatan keluarga jauh lebih tinggi, itu sudah menjadi hal yang umum di dunia pertiketan. Sebenarnya berapapun harganya pasti akan dibeli tapi seminimal mungkin mencari harga paling murah. Entah berapa kali saya intip semua aplikasi pemesanan tiket online tapi harganya masih tetap sama, tiket paling murah yang saya dapatkan 1.2 juta, padahal kalau hari biasa sekitar 700 ribu, jauh banget kan perbedaannya.
 
Hari yang ditunggu pun tiba, kali ini tak cukup banyak barang yang saya bawa hanya satu tas daypack dan satu dos yang berisi oleh-oleh khas Bogor. Cindera mata memang selalu saya sempatkan untuk membawa ketika pulang kampung, tidak jauh dari oleh-oleh makanan berupa cemilan. Kalau di Bogor, paling khas itu roti talas sangkuriang.

 

Pagi itu 16/7/2015, Bandara Soekarno Hatta lagi ramai-ramainya, sepertinya sudah seperti terminal karena sudah H-1, memang benar yah kalau bandara ini disebut bandara paling ramai di Indonesia apalagi ini momennya menjelang lebaran. Dari selembar tiket yang saya pegang, maskapai singa merah akan membawa saya ke Makassar. Saya sengaja mengambil jadwal penerbangan paling pagi pukul 5 dini hari, setidaknya kalau delay masih bisa menunggu lebih lama dan penerbangan paling pagi membuat saya bisa menyaksikan matahari terbit dari ketinggian, lebih tinggi dari puncak gunung.
 
Menikmati sunrise dari balik kaca jendela
Setelah menempuh 2 jam perjalanan, pesawat dengan mulus mendarat di Bandara Hasanuddin Makassar. Aroma kampung halaman mulai terasa dari logat loe-gue kini berubah menjadi logat ayomi-cepatmi-sudahmi-apaji. Tiba di Makassar, perjalanan masih berlanjut ke Rappang, Sidrap, salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan.
 
Dari Bandara Hasanuddin, saya masih harus melanjutkan perjalanan sekitar 4 jam ke Rappang dengan mobil fanther sebutan angkutan antar daerah di Sulawesi Selatan. Jika kamu pernah ke Tana Toraja maka kamu akan melewati kampung saya. daerah yang dikenal sebagai lumbung pangan Sulawesi Selatan karena sejauah mata memandang maka anda hanya bisa melihat sawah-sawah yang berbaris rapi. 
 
Hamparan sawah menguning dengan langit biru
Padi-padi di sawah mulai menguning menyambut kedatangan saya. pikiran ke masa kecil mengingatkan saya kehidupan masa kecil dulu bersama teman sepermainan kala kita bermain bola di sawah yang sudah di panen, tak sabar rasanya berjumpa dengan mereka semua. mengulang cerita dulu yang tidak ada habisnya untuk diceritakan. 
 
Sambutan keluarga ketika tiba di rumah membuat saya ingin menitikkan air mata, berjalan menuju bapak saya yang sudah menunggu depan rumah dan memeluknya erat, inilah alasan yang membuat saya kenapa harus pulang. Kami bersaudara semuanya merantau, tidak ada yang tinggal di rumah, jadinya bapak lah yang tinggal sendiri semenjak ibu meninggal. Jadinya momen lebaran menjadi salah satu cara kami berkumpul dari kota tempat kami bekerja.
 
Malam harinya kami berkumpul di ruang keluarga sambil berbagi cerita. Kak Ani, kakak saya yang merantau di Donggala sebagai bidan juga sudah datang, Kak Ina, kakak saya yang sudah berkeluarga juga datang bersama kedua anaknya, namun Kak Toni, kakak saya yang di Mekkah sebagai TKI tidak bisa pulang karena kontrak kerjanya belum selesai. 
 
Dentuman bedug dan takbiran bersahut-sahutan dari Mesjid dekat rumah, seolah membuat kami semakin semangat bertukar cerita. Saya bercerita banyak tentang tempat-tempat wisata yang saya datangi selama di Bogor, begitupula Kak Ani, menceritakan bagaimana suka dukanya menjadi seorang bidan desa yang tidak mengenal waktu dalam melayani warga disana. Kalau Kak Ina sendiri, lebih banyak diam dan hanya mendengar. Bapak saya terlihat sangat bahagia melihat anak-anaknya, dan kedua cucunya berkumpul. 
 
Foto Keluarga setelah lebaran
Kami 3 bersaudara, tanpa kak Toni
Hari lebaran pun tiba, pagi itu suasananya sangat berbeda, pagi kemarin saya masih dalam perjalanan kini saya sudah berada di rumah bersama keluarga. Kehangatan keluarga tak bisa saya bandingkan dengan harga tiket yang mahal. Pesona lebaran memang tiada duanya. Apa yang saya rasakan, itu juga lah yang dirasakan para perantau yang kembali kekampungnya walaupun harus bermacet-macet, terombang-ambing tapi yakinlah kembali ke rumah memang menjadi perjalanan terbaik.
 
Momentum lebaran bukan hanya cerita tentang kehangatan bersama, tapi yang membuat saya senang itu aneka kuliner yang terhidangkan di meja makan. Kalau di Sidrap, kuliner paling saya rindukan itu palekko itik dengan burasa, ada juga tape dan barongko. 
Kue Barongko, pernah nyobain?
Tape Ketan Hitam

Kue Barongko berbahan dasar buah pisang yang ditumbuk kemudian dicampur dengan santan, telur dan gula. setelah itu dibungkus dengan daun pisang kemudian di kukus. Saya paling suka kalau dimakan dalam keadaan dingin dari kulkas. Beda barongko beda juga dengan tape, kalau tape terbuat dari beras ketan hitam dicampur dengan ragi/bakteri kemudian di permentasi. Kue ini butuh keahlian dan pengalaman khusus, kalau buatan tante saya tidak pernah salah atau gagal, hasil permentasinya selalu sempurna. KueTape ini paling nikmat dipadukan es cendol atau es seruk. Apakah kamu pernah mencoba dari kedua kue tersebut? Kalau belum kamu harus mencobanya.

Selain kuliner, saya juga senang mengunjungi tempat wisata, momen lebaran tahun ini saya sempatkan berwisata bareng keluarga. Kabupaten Sidrap bukanlah kota tujuan wisata, tapi tidak jauh dari kota Sidrap sekitar 20 km arah ke Toraja, ada sebuah lahan yang luas yang kini disulap menjadi tempat wisata baru, lokasinya berada di Kabupaten Enrekang, kabupaten yang berbatasan langsung dengan Sidrap. Kebun raya Masrempulu, itulah nama tempatnya,cukup mudah ditemukan karena lokasinya hanya di pinggir jalan poros menuju Tana Toraja.

Danau di Kebun Raya Masrempulu

Kebun Raya Masrempulu menawarkan kesejukan, kami menggelar karpet di bawah pohon yang teduh sambil membuka bekal makanan. tempatnya asyik buat camping ceria. bahkan kemanakan saya yang paling kecil senang sekali di sini, dia bebas berlarian menikmati kebebasannya. Entah berapa kali dia terjatuh tapi tak membuatnya jerah, itulah karakter anak kecil. 

Kebersamaan keluarga lebaran tahun ini sangatlah berkesan, walaupun keluarga kami belum lengkap, tapi saya berharap lebaran tahun depan kami bisa berkumpul lagi, mungkin saja saya sudah membawa istri. Aminnnn. #kode

Ingin rasanya tetap berada di kampung, disini saya merasa sangat menyatu dalam kenyamanan tanpa ada beban kerjaan yang menumpuk. Saya merasa bebas terbelenggu dari jam kerja, 5 hari di kampung rasa-rasanya belum cukup tapi apa daya saya harus kembali ke tanah rantauan.

Kamu punya momen lebaran bersama keluarga, sahabat dan siapapun itu, 
Ayo berbagi foto terbaikmu dengan mengikuti kontes Foto Instagram dari Indonesia.travel

ADVERTISEMENTS
Yuk ikutan Kontes Foto Instagram Pesona Lebaran dengan hastag #Pesonalebaran.
Ditunggu yah.

Scroll to Top