Taman Arkeologi Onrust “Pulau Cipir” |
Pulau ini awalnya bernama Pulau Khayangan kemudian berubah menjadi Pulau Cipir. Dalam bahasa Belanda disebut Kuijper. Pulau ini terkait erat dengan Pulau Onrust di seberangnya. Cipir merupakan lahan bekas rumah sakit untuk perawatan dan karantina penyakit menular bagi para jemaah haji pada abad ke-19 atau tahun 1911. Pulau Onrust dan Pulau Cipir dipergunakan sebagai pusat karantina haji. Para jemaah seluruh Indonesia yang ingin naik haji dipusatkan dahulu disini. Rumah sakit yang ada dipulau cipir digunakan untuk merawat orang yang sakit dan ternyata pulau ini punya mitos bahwa banyak pasien yang disuntik mati. (sumber: Artikel pembagian)
Mengapa harus disuntik mati??
Ternyata orang-orang belanda memiliki ketakutan jika para jemaah haji ini membawa pengaruh untuk rakyat Indonesia. Kekhawatiran akan pemikiran yang sudah berubah setelah menunaikan haji, maka jika ada yang mencurigakan langsung dibunuh. Namun pada akhirnya kekhawatiran belanda berhasil bahwa selama perang kemerdekaan Indonesia banyak orang Indonesia yang bergelar Haji melakukan perlawanan terhadap belanda.
Ada juga cerita tentang “Gelar Haji” yang kita banggakan bahwa setelah menunaikan ibadah haji maka akan bergelar haji. Tapi ternyata di zaman colonial, Belanda lah yang memberikan gelar haji dengan syarat dan lulus dari karantina maka diberikan gelar haji.
Pada saat kunjungan ke pulau cipir, pulau ini ramai dengan para pemancing dan di tengah pulau terdapat warung. Pulau ini sedikit lebih maju dibanding Pulau Kelor. Pulau ini sangat rindang dengan banyaknya dengan pohon besar yang seakan berfungsi sebagai atap. Pulau ini juga masuk dalam kawasa Taman Arkeologi Onrust dan pulau yang dijaga kelestariannya. Melangkah lebih dalam kita akan melihat sisa bangunan tua dan yang sebagian tinggal betonnya saja. Bangunan tua ini ternyata adalah bekas rumah sakit dahulu.
Sisa bangunan yang dijadikan rumah dokter |
Salah satu sisi tempat perawatan |
Papan nama Rumah Dokter (1911-1933) |
Dulunya Pulau Cipir dan Pulau Onrust konon ceritanya terdapat jembatan yang menghubungkan keduanya. saya pun penasaran untuk membuktikannya dengan berjalan ke ujung pulau ini walaupun cuaca yang sangat panas tapi rasa penasaran membuat saya ingin membuktikannya. Setelah menyesuri sisa reruntuhan jalan penghubung ini namun saya hanya sampai disebuah ujung jalan dan setelah itu hanya kelihatan reruntuhan batu bata dari dalam air. Saya pun percaya bahwa memang terdapat jembatan penghubung, namun dalam pikiran saya bahwa orang terdahulu itu sudah cerdas terbukuti dengan bangunan jembatan ini. Konon ceritanya jika air sangat surut maka bekas jembatan itu akan sangat tampak dengan jelas.
Bekas Jembatan |
Ujung jembatan (Pulau Onrust dari kejauhan) |
Setelah ingin meninggalkan pulau ini, saya sempat bertemu dengan seorang bapak tua. ternyata bapak tua ini sudah tinggal di pulau ini sejak 1983, terbayang dia sudah berada dipulau ini sebelum saya lahir. Saya pun mengajaknya bercerita dan menanyakan beberapa hal tentang pulau ini. Ada hal yang membuat saya kaget, bukan karena dia pernah meilhat penampakan di pulau ini tapi ternyata bapak tua itu berasal dari Makassar. Saya tidak segan mengajaknya berbahasa bugis-makassar. Bapak ini sudah agak malu kembali ke makassar karena tidak punya apa-apa dan merasa terasingkan jika ke makassar. Sedih mendengar ceritanya namun saya banggak akan bapak tua ini karena memiliki rasa mandiri yang kuat sehingga mampu bertahan.
Bapak tua penjaga Pulau Cipir |
Bangunan tua yang masih bertahan sampai sekarang |
Sisa Bangunan |
Adit, Edhy, Akbar (photo by Hajar) |
Peserta trip #sahabat jalan ( saya dimana yah ??) |
Tulisan ini untuk para peserta trip #sahabat jalan. Semog bisa nge-trip bareng. Mari lanjut ke Pulau Onrust.
ADVERTISEMENTS