Bosan dengan rutinitas yang padat membuat saya selalu mencari tujuan destinasi di hari weekend. Mengunjungi keindahan dengan melihat dan merasakan sendiri itu jauh lebih nikmat dibanding bermalasan di kamar. Selama stay di jakarta saya sudah mulai bosan dengan polusi, macet, pengamen liar, kopaja ugal-ugalan, bersesakan di busway. Ini segelintir yang saya rasakan dan mungkin orang pun merasakannya.
Liburan ke pulau seribu yang awalnya hanya bisa mengelap iler jika membaca blog travel para backpacker. saya sedikit tahu tentang kepulauan seribu dari hasil surfing di internet. Akhir maret kemarin saya pun berkesempatan mengunjungi pulau seribu tepatnya di Pulau Pari. Pulau ini sebaiknya dikujungi di hari sabtu dan balik hari minggu (2D1N) namun perjalanan saya kali ini hanya trip sehari walaupun seperti itu saya sudah bisa merasakan snorkling, bersepeda keliling pulau dan menikmati pasir perawan.
Minggu pagi walaupun masih gelap tepatnya pukul 05.30, saya dan 3 teman berangkat menuju pelabuhan Muara Angke. Sesampai di Muara Angke, dimana tempat yang masih tabu buat saya pribadi. ada prinsip yang selalu saya bawa jika perngi nge-trip “jangan malu bertanya”, setelah bertanya di beberapa orang akhirnya saya ketemu juga Pelabuhan kayu muara angke. Sesampai disana ternyata kapal menuju Pulau Pari itu tidak ada yang berangkat, karena hari minggu memang adalah hari kepulangan dari Pulau Pari. Alangkah celakanya jika liburan yang kami rencanakan harus batal. TIDAKKKKK. Seorang bapak sedikit tua yang sedang ngopi di warung saya datangi untuk bertanya tentang kepastian kapal dan siapa tahu dia punya saran yang lebih baik tentang permasalahan kami. Bapak itu pun menyarankan kami menuju ke Pelabuhan Kaliadem. Pelabuhan yang sudah dikelola oleh Dinas Perhubungan namun kapalnya hanya bisa muat 20 orang dan biasanya kalau kita terlambat maka kuota penumpang tidak ada lagi. Tidak menunggu lama, saya langsung bergegas menuju Kaliadem walaupun jaraknya tidak terlalu jauh. Munuju Kaliadem kami pun naik taxi karena takut kehabisan kuota. Tuhan memang selalu punya rencana lain, sesampai di kaliadem ternyata antrian sudah dimulai untuk pemebelian tiket. Setelah medekat dengan loket ternyata masih ada sisa kuota 7 orang. Tiket kapal penyebrangan di Kaliadem lebih mahal dibanding dengan Muara Angke. Harga sekali penyebrangan ke pulau Pari Rp.40.000,- dan asuransi Rp.2.000.-. Kapal yang digunakan memang lebih cepat dibanding dengan kapal kayu dan yang paling pasti kapal ini bersih. Kata ini memang tidak pernah salah “harga menentukan kualitas”.
Pelabuhan Muara Angke baru ( Kaliadem )
Ardhy, Ghuna, Akbar, Muhzan #eksis sebelum berangkat
Kapal Kerapu, kapal resmi milik Dinas Perhubungan
Kapal kerapu yang kami tumpangi meninggalkan pelabuhan Kaliadem tepat pukul 08.00. Sepanjang perjalanan kami serasa naik kora-kora dan teriakan histeris dari para penumpang. Kapal kerapu memang terbilang cepat jadi jika menabrak ombak maka kapalnya akan terbang dan terhempas kembali. Sensasi seperti ini menjadi hal yang menarik dan menengankan, tapi jangan takut kapalnya aman kok dan pengemudinya sudah ahli. Sebelum menuju Pulau pari kapal kami transit dulu di Pulau Untung Jawa namun hanya beberapa menit saja. Kapal ini untuk menurunkan dan menaikkan penumpang jika ada yang ingin turun. Sepanjang perjalanan juga kami melewati beberapa pulau, memang benar jika gugusan pulau dinamakan Kepulauan Seribu tapi saya masih belum percaya jika pulau itu ada 1000 pulau. Tidak berselang lama setelah mengarungi lautan selama 1 jam kami pun melihat sosoknya. Pulau Pari I’m coming..
Sesampai di Pulau Pari waktu sudah menujukkan pukul 09.00. Saya ingin memesan tiket pulang dulu sebelum mengeksplore Pulau Pari. Setelah hendak membeli tiket untuk pulang dengan kapal yang sama ternyata tidak bisa karena sebelum kqmi sampai sudah ada yang antri di loket. Setelah bertanya-tanya tentang kapal terkahir yang meninggalkan Pulau Pari, kami pun mendapatkan infonya bahwa kapal terkahir itu pukul 13.00 artinya saya hanya butuh waktu 4 jam untuk mengeksplore. Saya pun bertemu dengan bapak tua walapun tidak terlalu tua klo perkiraan umurnya 45 tahun. Pak Ujang namanya, dialah guide sesungguhnya selama kami di Pulau nan cantik ini. Setelah kami memberitahukan jadwal kami bahwa kami hanya punya 4 jam, dia hanya berekspresi kaget karena memang biasanya 2D1N. Pak ujang ini tidak kehabisan akal untuk membantu kami. Dia mengambil HP dari kantongnya dan menghubungi pihak kapal dan pihak penyewa perlengkapan snorkling. “Sewa kapal, guide dan perlengkapan itu biayanya 600 rb” begitulah kata pak ujang kepada kami. Saya mengajak 2 orang yang memang mereka juga ingin trip sehari di Pulau Pari. Ini dilakukan untuk share pengeluaran. Cost yang kami keluarkan Rp.100.000,-/orang.
Perahu kayu kecil yang mengantar kami menuju spot snorkling. Lokasi terbaik snorkling memang tidak berada di tepi pantai tapi berada ditengah laut jadi jika ingin melihat keindahan bawah laut harus naik perahu. Guide lokal kami menujukkan lokasi spot snorkling, ternyata dekat dari situ sudah ada 1 kapal yang nangkring di tengah laut. Setelah mendengarkan instruksi penggunaan alat dan cara snorkling yang aman seperti apa. Pasang life jacket, kaki katak dan kacamata snorkling. Lets go….
Eksis dulu setelah pake alat snorkling
Nyemplung, lets do snorkling
This is me
Karang seperti otak berwarna ungu
ikan-ikan di pulau pari sangat ramah
Ini masih Indonesia #syal trip
Memang benar spot ini sangat baik untuk snorkling karena tidak berapa lama setelah turun kami didatangi segerombolan ikan walaupun awalanya agak takut nanti dijadikan mangsa. Ikan-ikan disini bervariasi dan sangat ramah tidak hanya itu karang-karangnya juga bervariasi ada yang seperti mangkok, bentuk otak warna ungu, berbukit-bukit. Saya hanya bisa melihat karangnya walaupun saya tidak mengetahui jenis karangnya karena setiap karang punya nama. Sambil menyelam saya ingin berteriak kalau Indonesia itu memang indah. Saya tidak menyesal sedikitpun bisa nge-trip kesini. Banyak hal yang saya lihat dan saya rasakan yang tidak bisa diungkapkan lewat tulisan. Jika anda tertarik silahkan datang saja. Tak terasa waktu sudah menujunkkan pukul 11.30 itu artinya waktu kami sudah cukup untuk snorkling. Sebenarnya kita masih punya waktu untuk mengujungi spot bawah laut lainnya tapi kami memutuskan untuk kembali ke Pulau Pari karena kami masih penasaran dengan Pantai Pasir Perawan.
Gerbang Pantai Pasir Perawan
View Pantai Pasir Perawan dengan pasir putihnya
Sudut Pantai
Eksis di atas sepeda masing-masing
Sesampai di pulau pari ternyata pak ujang sudah menunggu kami di tepian. Dia menawarkan sepeda untuk menuju Pantai Pasir Perawan walaupun jaraknya bisa ditempuh dengan jalan kaki tapi karena untuk menghemat waktu makanya kami memilih bersepeda. Sepedanya seperti jenis sepeda yang dipersewakan di Kota Tua Jakarta. Saya pun memilih yang berwarna biru terlebih dahulu untuk menghindari sepeda warna pink. Mengayuh sepeda menuju Pantai Pasir Perawan memang tidak sulit dan tidak mungkin kesasar berhubung pulaunya juga tidak terlalu luas dan sepanjang perjalanan ada papan penujunk arah. Tidak berselang lama kami pun melihat pintu gerbang yang bertuliskan “Selamat Datang di Pantai Pasir Perawan Pulau Pari” itu artinya kawasan ini adalah pantai pasir perawan. Sebelum masuk kami harus terlebih dahulu memarkir sepeda dan membayar tiket masuk Rp.2.000,-. Pantai Pasir Perawan adalah salah satu bagian dari trip di Pulau Pari. Nama pasir perawan konon katanya bahwa disana pernah ditemukan mayat gadis di tepi pantai. Tapi ini juga belum tentu benar tergantung kita mau percaya atau tidak. Pasir putih, lapangan volli dan resort disekelillingnya itulah yang tergamabar dari pantai pasir perawan. Tidak banyak yang saya bisa jelajahi disini berhubung panas terik matahari dan rasa was-was ketinggalan kapal. kami memilih sebuah pondok menghadap ke laut untuk tempat duduk sambil menikmati Indah pantainya. Tempat ini sangat meneyenangkan di kala senja dan malam hari, tapi sayang kami tidak punya waktu untuk mewujudkan itu. Selang beberapa menit pak ujang menghubungi kami untuk menginfokan agar kemabali ke dermaga karena kapalnya sudah mulai berangkat. Tidak menunggu lama kami harus bergerak cepat, jika kami ketinggalan kapal maka kami harus menerima konsekuensi bermalam di pulau pari berhubung kapal yang akan kami tumpangi adalah kapal terakhir. Setelah sampai dermaga dan menemui Pak Ujang, ternyata kapalnya belum berangkat. Terlintas di pikiran saya, bagaimana seandainya jika saya ketinggalan kapal namun untungnya itu tidak terjadi. Kami mengumpulkan Rp.25.000,-/ orang untuk pembayaran tiket kapal yang akan membawa kami kembali ke jakarta. Terima kasih pak Ujang atas bantuannya selama di pulau nan indah ini. See U when I see U.
ADVERTISEMENTS
Pengeluaran:
Taksi Cempaka Puith – Muara Angke/Kaliadem : Rp. 25.000,-
Tiket penyebrangan Kaliadem – Pulau Pari : Rp. 40.000,-