Menyusuri Kawasan Menteng Bersama Jakarta Good Guide

Kawasan Menteng tidak sekedar hanya kawasan perumahan elit Jakarta, tapi apakah kamu tahu kalau di Menteng itu banyak catatan sejarah tentang pemimpin dunia.

Sebut saja Soeharto, bapak Presiden Kedua Indonesia yang rumahnya di Jalan Cendana, ada Obama si anak Menteng, Mantan Presiden Amerika periode 2009-2017, yang pernah sekolah di SDN 1 Menteng, ada juga cerita Soekarno, yang lagi merundingkan teks proklamasi di rumah Laksamana Maida.

Menteng yang dulu masih seperti menteng yang sekarang, ceritanya juga masih sama, belum ada yang berubah.

ADVERTISEMENTS

***

Minggu pagi (18/10) — saya berjalan menuju Taman Suropati, lokasinya lumayan dekat dari stasiun Cikini, tempat saya turun dari Commuter Line (KRL) kemudian melanjutkan jalan kaki ke Taman Suropati, lokasi meeting point pagi itu sebelum menyusuri kawasan menteng bersama Jakarta Good Guide.

Ini merupakan walking tour kedua yang saya ikuti. Sebelumnya saya sudah ikut juga di Pasar Baru Walking Tour. Konsep wisata yang ditawarkan oleh Jakarta Good Guide ini cukup berbeda, dimana ingin mengenalkan Jakarta tidak sebagai kota metropolitan tapi sebagai kota yang penuh dengan sejarah masa lalu.

Pagi itu peserta lumayan banyak, makanya kami dibagi beberapa kelompok. Saya tergabung dengan kelompok dua bersama Citra, Adlin, Winny, Fahmi dan Putri. Ada banyak travel blogger yang ikutan jadinya kami seperti kopdar sambil trip, seperti Citra, blogger asal Aceh yang akhirnya kami dipertemukan di acara walking tour ini.

“Walking Tour Menteng kali ini kita akan mengunjungi 9 tempat bersejarah, siapkan uang lima ribu dan dua ribu untuk tiket masuk dua museum yang berbeda”. kata pemandunya dalam briefing sebelum memulai walking tour. Saya pun semakin bersemangat menyusuri kawasan Menteng.

Oiya, ada yang tahu gak sejarah nama Menteng?

Jadi kata Menteng itu adalah nama sebuah pohon yang dulunya banyak tumbuh disini tapi saat ini sudah tidak ada lagi, tapi jika penasaran seperti apa pohon menteng itu, kita bisa menemukannya di Kebun Raya Bogor.

Perjalanan dimulai dari Taman Suropati, taman yang sejuk nan rimbun dengan pohon-pohon yang besar menjulang, ada air mancur dan ada juga patung-patung. Patung yang ada di Taman Suropati merupakan sumbangan dari enam negara pendiri ASEAN sebagai simbol persahabatan. Bentuk patungnya bermacam-macam dan lokasinya ditempatkan secara terpisah.

Selanjutnya berjalan menuju depan Gedung Bappenas. Sebuah patung Pangeran Dipenogoro dengan kudanya dibangun tepat diseberang Taman Suropati dan dikelilingi Taman Bunga, tapi sayang banget ada banyak coretan-coretan dan bau pesing yang menyengat.

Gereja Paulus di Kawasan Menteng
Gereja Paulus

Gedung Bappenas hanya bisa dilihat dari luar, tapi konon ceritanya gedung ini dulu bekas bangunan Belanda yang dulunya dijadikan tempat berkumpul para penganut kepercayaan mistis. Seberang Jalan Gedung Bappenas terdapat Gereja Paulus, di ujung atapnya terdapat patung ayam. Mirip seperti Gereja Ayam di Kawasan Pasar Baru, ceritanya juga sama.

Sebenarnya pengunjung bisa masuk dalam gereja tapi berhubung hari minggu jadi kita tidak diperbolehkan masuk dengan alasan agar kami tidak mengganggu jemaat yang sedang beribadah. Disini kami sempat ditegur oleh petugas keamanan.

“Dilarang memotret disini, kalian ini dari mana?”, kata bapak kemanan lengkap dengan pakaian seragamnya

“Maaf pak, kami dari Jakarta Good Guide”, balas pemandu kami dengan ramah.

Belakangan baru saya tahu kalau di daerah sini memang aturan memotretnya agak ketak, karena disini terdapat banyak kantor kedutaan besar salah satunya Kedutaan Besar Amerika.

Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Selanjutnya perjalanan dilanjutkan menuju Museum Perumusan Naskah Proklamasi, lokasinya tepat disamping Gereja Paulus.

Tampak dari luar hanyalah sebuah rumah tua dengan ciri khas arsitektur Eropa, tingkat dua dengan warna dominan putih. Iya, memang ini adalah bekas rumah yang dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Ada yang tahu tidak sejarahnya? Kalau tidak, coba buka kembali buku sejarah.

Jadi, rumah itu milik Laksamana Muda Tadashi Maeda, perwira tinggi angkatan laut Jepang. Sejak penjajahan beralih dari Belanda ke Jepang, rumah ini dijadikan sebagai kediaman Laksamada Maeda.

Ceritanya panjang, kenapa harus di rumah Laksamada Maeda?

Ternyata perwira ini menaruh cinta terhadap Indonesia, hingga dia mau dijadikan rumahnya sebagai tempat terjadinya peristiwa penting bangsa Indonesia walaupun di akhir hayatnya dia dianggap sebagai penghianat oleh pemerintah Jepang, tapi tidak usah khawatir pilihanmu sudah benar dan kami bangsa Indonesia akan selalu mengenang jasamu, Laksamana Maeda.

Museum Perumusan Naskah Proklamasi
Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Tampak dalam museum, terlihat beberapa ruangan yang saling berhubungan, setiap ruangannya memperlihatkan sedetail mungkin bagaimana cerita di rumah itu. Ada meja panjang lengkap dengan kursinya, disitulah duduk Ir. Soekarno, Bung Hatta dan Ahmad Soebardjo sedang merundingkan naskah proklamasi.

Di ruangan lain juga terdapat patung bapak Sayuti Melik sedang mengetik naskah proklamasi yang sudah dirundingkan.

Kejadian malam itu benar-benar bisa dirasakan dengan jelas.

Saya sungguh beruntung bisa berkunjung kesini.

Diorama Proklamator Indonesia sedang berunding
Ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Ahmad Soebardjo lagi berunding.
Ir. Soekarno menulis Naskah Pertama Teks Proklamasi
Naskah Pertama Teks Proklamasi, kalau kata-katanya tidak sesuai langsung dicoret.
Naskah Pertama Teks Proklamasi - Jakarta Good Guide
Naskah Pertama Teks Proklamasi

Didalam museum juga terdapat beberapa hiasan dinding berupa foto para tokoh yang hadir di malam itu, lengkap dengan biografinya. Juga terdapat sebuah ruangan yang saat ini dijadikan sebagai mini bioskop. Sayangnya saat kami berkunjung tidak sempat masuk karena masih harus melanjutkan perjalanan lagi.

Lorong bawah tanah Museum
Dibelakang museum terdapat lorong bawah tanah, yang katanya bisa sampai di Taman Suropati.

SDN 1 Menteng

Tibalah kami di SDN 1 Menteng, tempat Barry, nama kecil Barrack Obama yang saat itu mengenyam pendidikan di sini ketika tinggal di Indonesia.

SDN Menteng 01 Jakarta — Walking Tour Jakarta Good Guide
Inilah sekolah, tempat Obama pernah mengeyam pendidikan.

Berhubung hari libur, jadi kami tidak bisa masuk kedalam. Dari luar, kami bisa melihat sebuah patung Obama ketika kecil, yang katanya dibangun saat Barrack Obama hendak berkunjung ke Indonesia.

Selain itu di gapura gerbangnya tersimpan sebuah plakat besi bertuliskan nama Barrack Husein Obama, the 44th the presiden of United States of America, attended this school from 1969-1971.

Museum Jendral AH. Nasution

Sebuah patung berseragam lengkap di depan sebuah rumah. Inilah rumah Jenderal Besar Dr. AH. Nasution yang terletak di Jalan Teungku Umar No. 4 yang kemudian menjadi Museum Sasmita Loka Jenderal AH. Nasution di tahun 2008 setelah beliau wafat.

Bagian depan rumah Jenderal AH. Nasution
Bagian depan rumah Jenderal AH. Nasution

Waktu kecil dulu saya sering ikut nonton bareng di rumah kepala dusun di kampung saya, karena cuma dialah salah satunya yang punya televisi tabung saat itu. Setiap malam tanggal 30 September, kami menonton kekejaman PKI yang menculik dan membunuh para jenderal. Di salah satu adegan film terdapat cerita tentang Jenderal AH. Nasution yang berhasil kabur dari. Namun , putri pertamanya, Ade Irma Nasution, menjadi korban karena tertembak oleh para Tjakrabirawa (saat ini namanya paspampres). Tapi apakah film itu benar adanya?

Untuk masuk ke Museum ini, pengunjung diharuskan membayar lima ribu. Adegan malam itu terlihat jelas dengan diorama patung yang sengaja dibuat. Terdapat juga patung Ade Irma Nasution yang sedang digendong ibunya diberondong senjata oleh para Tjakrabirawa, ada tetesan darah Ade Irma Nasution di lantai, ada patung Jenderal AH. Nasution bangkit dari tempat tidurnya dan melompat di pagar rumahnya. Semuanya itu terlihat jelas dalam rumah ini. Tidak hanya itu, bekas peluru di pintu kamar dan didalam dinding dibiarkan begitu saja sebagai saksi. Apapun alasannya ini sangat tragis dan kejam.

Pengunjung juga diantar menuju kamar Ade Irma Nasution, tempat tidurnya masih seperti dulu dan terdapat beberapa lemari yang berisikan pakaiannya. Saya sempat melihat foto Ade Irma Nasution yang tergantung di dinding, ketika hendak memotretnya, saya ditegur Winny agar tidak usah mengambil gambarnya. Dia mengerutkan kening sambil mengusap tangannya, bulu kuduknya berdiri dan dia merasakan sesuatu yang beda dengan foto itu. Saya pun menurut dan keluar dari ruangan itu. Bukan bermaksud menakuti, tapi saya sangat merekomendasikan untuk mengunjungi museum ini.

Adegan Jenderal A.H. Nasution
Adegan sebelum Jenderal AH. Nasution kabur dari rumahnya.

Jalan Cendana — Galeri Seni Kunstkring — Masjid Cut Meutia

Setelah dari Museum, kami menuju Jalan Cendana. Apa yang kamu tahu tentang Jalan Cendana?

Jalan Cendana yang begitu terkenal di era orde baru, bahkan jalan ini hanya bisa dilewati oleh keluarga Cendana. Rumah kediaman Soeharto terletak di Jalan Cendana, saat kami berkunjung kesana rumahnya masih dijaga walaupun terlihat kurang terawat.

“Seandainya rumah ini mau dijadikan Museum, tapi sayangnya keluarga dari Soeharto tidak mau. Mungkin takut kalau kisahnya diungkit kembali”, kata seorang bapak yang ikut dalam rombongan walking tour.

Saya juga ikut sepakat dengan bapak tersebut. Rumah mantan presiden Indonesia yang memimpin negeri ini selam 33 tahun tentunya menyimpan banyak cerita.

Rumah mendiang Soeharto di Jalan Cendana - Jakarta Good Guide
Rumah mendiang Soeharto di Jalan Cendana

Tidak jauh dari Jalan Cendana, kami menuju sebuah gedung tua namanya Galeri Seni Kunstring.

Gedung ini sudah beberapa kali berganti fungsi. Terdapat sebuah tulisan IMMIGRASIE NST — DJAWA N IMMIGRASI di dinding luar atasnya.

Iya, gedung ini pernah dijadikan sebagai kantor imigrasi Jakarta Pusat. Gedung ini juga pernah dijadikan sebagai Café Buddha Bar tapi tidak bertahan lama karena mengundang banyak protes.

Saat ini, Galeri Seni Kunstring sebagai café dan restaurant, tempat ini juga sering dijadikan sebagai tempat pameran, saat kami berkunjung sedang ada pameran foto.

Galeri Seni Kunstring - Walking Tour Jakarta Good Guide
Galeri Seni Kunstring, ada kemiripan dengan bangunan Lawang Sewu.

Tibalah kami di destinasi terakhir, Masjid Cut Meutia.

Sebelum dijadikan masjid pada tahun 1987, bangunan ini juga beberapa kali berganti fungsi. Awalnya dari Kantor Biro Arsitek, kemudian berganti menjadi Kantor Jewatan Kereta Api.

Namun setelah Indonesia merdeka, gedung ini berganti fungsi lagi menjadi Kantor Urusan Agama. Hingga akhirnya menjadi Masjid Cut Meutia, makanya ini salah satunya masjid yang dari luar tidak seperti masjid, karena memang sejarahnya tidak dibangun sebagai Masjid.

***

Cerita Perjalanan “Menyusuri Kawasan Menteng bersama Jakarta Good Guide” dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2015 yang lalu. Mungkin ada beberapa informasi seperti harga maupun tiket masuk yang sudah berubah dan tidak relevan lagi di masa sekarang.

Walking Tour dari Jakarta Good Guide ini memberikan saya pengalaman baru dan banyak sekali cerita tentang sejarah Menteng di masa lalu, sejarah yang mungkin kini terlupakan. Belajar sejarah bukan berarti kita tidak bisa bangkit dari cerita masa lalu, tapi bukankah Ir Soekarno sudah mengingatkan kita agar jangan sekali-kali melupakan sejarah.

Setelah mengunjungi Menteng, saya masih mau ikut lagi di acara walking tour Glodok, Kota Tua dan Monas. Tiga dari 5 destinasi walking tour yang belum saya datangi.

Jika kamu tertarik untuk ikutan, cek dan follow saja akun Instagram Jakarta Good Guide @JKTgoodguide

Scroll to Top