Tetesan Kedamaian di Coban Pelangi

Aura dingin di pananjakan view sunrise point dan panas di Kawah Bromo masih terasa. Belum lagi Bukit Teletubbies yang punya keindahan sendiri. Rententan destinasi telah dikunjungi namun masih ada satu lagi destinasi yang belum, yaitu Coban Pelangi. Kata ‘Coban’ itu terkesan aneh dan hal baru saya dengar. Saya baru mengetahui bahwa Coban itu sama saja dengan air terjun, tentunya setelah tanya-tanya sama mbah Google.

Maklum, walau sudah setahun lebih tinggal di Jawa, saya masih belum banyak mengerti bahasa Jawa. Kalau di Makassar, tak ada bahasa lokal khusus untuk air terjun ini, sama saja dengan bahasa Indonesia umumnya. Semua air yang jatuh dari ketinggian disebut dengan air terjun. Di Bogor beda lagi. Air terjun disebut ‘Curug’. Mungkin di tempat lain ada yang berbeda juga. Tapi itulah Indonesia dengan segala keberagamannya.

Coban Pelangi terletak di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Perjalanan menuju Coban Pelangi kita disuguhkan dengan pemandangan yang tak kalah indahnya. Kami juga melewati desa asli Suku Tengger. Pemandangan disini sangat keren dengan pemandangan perkebunan sayur sepanjangan mata memandang. Saat perjalanan, terlihat beberapa Jeep singgah disini tapi Jeep kami hanya melaju pelan sambil memandangi dari balik jendela. Saya sudah tak sabar ingin merasakan percikan air Coban Pelangi.

ADVERTISEMENTS

***

Gerbang masuk ke Coban Pelangi
Gerbang masuk ke Coban Pelangi

Tak terasa Jeep kami pun menepi dan berhenti di bahu jalan. Jeep lain pun terlihat sudah parkir. Di sana saya melihat sebuah plang tertancap ditanah bertuliskan “Wana Wisata Coban Pelangi”.

Kami segera turun untuk melemaskan otot dan badan yang sebenarnya sudah cukup lelah sedari pagi. Saking lelahnya, saya sudah membayangkan saat turun dari Jeep, Coban Pelangi sudah ada di depan mata. Walau sebenarnya itu tak mungkin. Untuk menuju titik air terjun, kita masih perlu berjalan lagi. Saya sudah lelah, wajah teman-teman yang lain pun sudah tak bersemangat untuk berjalan. Saya cukup mengerti dengan kondisi kami saat itu, karena memang dari tadi malam kami hanya tidur-tidur-ayam saja di atas Jeep. Belum lagi tenaga kami terkuras habis saat di penanjakan, Kawah Bromo, dan Bukit Teletubbies. Sungguh terlihat wajah kelelahan dari wajah mereka. Apalagi saat hendak masuk ternyata kami harus membayar tiket masuk lagi. Saya cukup dongkol dibuatnya.

“Mas Arif mana, sih? Bukannya 250 ribu sudah include semua, ya?”, sahut Rezki dengan muka cemberut.

“Iya, kami juga bertiga bayar segitu”, jawabku dengan sedikit kesal.

Kami masih asyik duduk sambil menunggu mas Arief muncul. Uccank berjalan menuju loket dan membeli 7 potongan tiket. Untuk tiket masuk seharga Rp 6.000,-/orang (waktu kunjungan tahun 2013).

Saya dan Guna saling berpandangan kemudian tersenyum melihat aksi Uccank yang menjadi pahlawan dengan membelikan kami tiket. Sungguh tulus hatimu Uccank, kau seakan jadi pelipur lara bagi kami. Sontak muka kami sumringah dengan perasaan yang tidak enak sudah dibayarkan. Saya sendiri punya uang untuk bayar tiket begitupun dengan Rezki dan temannya, tapi ini masalah tanggung jawab dari mas Arief.

Kami pun masuk berjalan beriringan melewati jalan setapak yang menurun. Jarak dari pintu gerbang ke air terjun sekitar 1 km. Jalur ke air terjun memang penurunan tapi tak terbayangkan bagaimana pada saat pulangnya. Abaikan dulu pikiran itu, saya hanya mencoba menikmati perjalanan dengan ditemani pohon yang menjulang tinggi. Terlihat juga ada sebuah pondok yang menjual makanan dan minuman. Sebelum turun Rezki membeli gorengan untuk dijadikan cemilan nanti di dekat air terjun. Kami masih terus berjalan tapi tanda-tanda air terjun belum telihat juga. Di sana ada juga camping ground, terlihat sekelompok anak pramuka lagi sibuk dengan aktivitasnya.

Jembatan bambu di Coban Pelangi
Jembatan bambu

Tengah perjalanan kami harus melewati sungai dengan berjalan di atas bambu. Tak ada sedikit keraguan dari saya untuk melewatinya. Bambu yang tersusun rapi yang saling berkaitan dan saling menguatkan. Terlintas di pikiran saya, bahwa kita harus mengambil filosopi hidup dari jembatan bambu. Jika kita hanya sendiri maka kemampuan kita terbatas tapi jika bersatu maka segala kelemahan dan kelebihan kita masing-masing akan bersatu dan saling menguatkan. Ingatanku seketika kembali pada peta jalur yang ada di gerbang dimana jika sudah melewati jembatan bambu maka lokasi air terjun semakin dekat. Mendengar suara gemercik air yang pelan spontan langkahku terhenti dan mendengarkan dengan jelas bunyi itu. Dengan keyakinan kalau air terjun sudah di depan. Wajah sumringah kesenangan pun terpancar dari muka kami.

Air terjun Coban Pelangi
Coban Pelangi

Air yang turun dari ketinggian sekitar sepuluh meter dan jatuh di gumpalan air di bawahnya, begitulah gambaran apa yang saya lihat. Kami memilih istirahat di sebuah pondok tua. Perjalanan yang sangat melelahkan, sekantong gorengan dari rezki kami lahap walaupun awalnya saya segan tapi karena rasa lapar membuat saya mengesampingkan perasaaan itu. Gorengannya sangat enak banget, mungkin karena moment saat itu pas jadi semua yang masuk pasti enak. Terlihat juga yang lain masih mengunyah sambil memandangi air terjun.

“Ayo, turun ke bawah sana!!!”, ucapku mengajak mereka sambil menunjuk ke arah air terjun.

“Gak deh, biar disini saja jaga tas”, balas Rezki yang kemudian didukung oleh Ayu.

“Tasnya gak apa-apa ditinggal, aman kok disini”, ucapku dengan penuh harapan

Ternyata Guna, Uccank, Nia dan Icha tertarik dengan ajakanku. Berjalan menuju air terjun, jalannya harus hati-hati karena licin dan bebatuannya juga sudah berlumut. Hanya beberapa langkah, hembusan gemercik air sudah terasa dan membasahi. Saya melangkah mendekat kemudian disusul lainnya, gemercik air pun semakin keras.

“Woi, ada pelangi… pelangi”, ucapku dengan spontan.

“Iya, keren… keren”, ucap Guna sambil melihatnya

“Oh ternyata ini alasannya, kenapa dikatakan Coban Pelangi”, batinku.

Saya kemudian mengambil air dan mengusapnya di seluruh bagian muka, sungguh nikmat sekali. Mengulang di bagian kepala dinginnya air terasa hingga di ubun-ubun. Kemudian saya melihat keatas dan membentangkan tangan saya kesamping seolah-olah adegan titanic. Saya memejamkan mata dan merasakan setiap tetesan kedamaian yang membasahiku . Tak cukup dengan itu saya pun berteriak bebas sekencang-kencangnya tentang apa yang saya rasakan. Semua masalah yang tersimpan saya teriakkan dibawah air terjun. Suara keras saya seakan lenyap oleh suara hempasan air. Saya merasa sangat plong dengan apa saya lakukan.

Air Terjun Coban Pelangi

Liburan ke Coban Pelangi bareng teman

“Jika punya masalah, teriakkan semua masalahmu disini”, ucapku ke mereka semua

Kami kembali naik ke atas setelah puas bermain air hingga basah kuyup. Oya, sebelum balik dari Coban Pelangi, kami sempatkan untuk foto bersama. Tak ada rotan akar pun jadi, tak ada tripod tas pun jadi. Dengan tas disusun dan mengatur timer kamera, kami pun siap beraksi. Masih teringat sebelumnya dimana kami masih segan untuk saling menyapa kini kami sudah saling mengenal. Perjalanan Bromo yang punya banyak cerita. Bangga bisa liburan bareng bersama kalian.

Open Trip Malang ke Coban Pelangi
Open Trip Malang ke Coban Pelangi bareng teman-teman baru

***

Bagi yang ingin berkunjung ke Bromo dan anda hanya sendiri atau tidak cukup untuk sewa 1 mobil Jeep dengan alasan kemahalan. Ikut open trip adalah salah satu solusinya.

Selain murah, kamu juga dapat teman baru dengan perjalanan yang menyenangkan. Walau tetap tergantung orangnya juga sih.

Sebelum menutup perjalanan Liburan saya ke Bromo bersama 2 orang temanku dan kini punya teman baru, ada Rezki, Icha, Ayu dan Nia. See you when I see you.

“Kita bukan mencari teman untuk traveling tapi traveling untuk mencari teman”
— Arief Julio S. Budi

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top